A.
Sejarah
Hadirnya Orang Pertama di Suku Adat Ammatoa
Berdasarkan
hasil obeservasi, sejarah hadirnya orang pertama di Suku Adat Ammatoa adalah hadirnya Ammatoa yang dipercaya oleh
masyarakat Kajang sebagai orang pertama yang diturunkan oleh Turiek Akrakna ke
dunia dan bertempat pertama kali diturunkan adalah tempat mereka berdiam
sekarang dan mereka percaya bahwa orang pertama tersebut diturunkan pertama
kali sama seperti dengan nama tempat diturunkannya yaitu Tana Toa ( tanah
Tertua). Orang pertama tersebut bukan hanya sebagai orang pertama yang hadir di
Suku Adat Ammatoa tetapi dipercaya juga sebagi orang yang hadir pertama kali di
dunia. Turiek Akrekna maksudnya adalah yang menciptakan segala sesuatu yang ada
di bumi, secara umum kita kenal sebagi Tuhan, Allah SWT dalam islam. Ammatoa inilah
yang menyebarkan segala pesan ke masyarakatnya dan hingga hari ini dapat
diwariskan walaupun ada sedikit pergeseran.
B.
Makna
Filosofis Warna Hitam Bagi Suku adat Ammatoa
Warna
hitam bagi Suku Adat Ammatoa adalah sebagai lambang kejujuran dan harus
dipatuhi karena merupakan sebuah pesan dari nenek moyangnya atau pesan dari
Turiek Akrakna. Bagi suku adat Ammatoa, bukan warna hitam saja yang dijadikan
sakral tetapi juga warna putih karena mereka percaya dan menganggap bahwa di
dunia ini hanya ada gelap terang yang berarti hitam dan terang yang berarti
putih. Warna hitam digunakan juga karena dapat menselaraskan dan barmakna
sederhana. Sedangkan putih hanya bisa digunakan oleh masyarakat yang dianggap
berilmu tinggi. Namun, tetaplah warna hitam dijadikan sebagai warna sakral
karena dapat bermakna persamaan derajat tanpa membeda-bedakan.
C.
Struktur
Pemerintahan Suku Adat Ammatoa
Dalam struktur
pemerintahan suku adat Ammatoa, pemimpin tertingginya adalah seorang yang
disebut Ammatoa dan menjabat sepanjang hidupnya. Dalam tugas-tugasnya, Ammatoa didampingi oleh dua orang disebut Anrongta ri
Pangi dan Anrongta ri Bongkina khususnya dalam
upacara-upacara adat. Ammatoa tetap berkomunikasi dengan pemerintah
setempat seperti kepala dusun, kepala desa, dan camat. Ammatoa juga
memiliki seorang seretaris yang dikenal sebagai Galla Puto yang bertugas sebgai
penyampai pesan kepada Ammatoa. Ketika Ammatoa tutup usia, maka akan ada penggantian
tetapi dilakukan tiga tahun setelah meninggalnya. Syarat-syarat menjadi seorang
pemimpin adat adalah tentunya memiliki pengetahuan tentang pesan yang telah
diturunkan oleh Turiek Akrakna, berkelakuan baik, dapat dipercaya, dan memiliki
ilmu-ilmu tertentu atau kesaktian, serta berpengetahuan tinggi. Menjadi seorang
Ammatoa tidaklah diberi gaji tetapi hanya diberi sawah hingga Ammatoa
meninggal. Artinya bahwa sawah tersebut diberikan selama menjabat sebagai
Ammatoa.
D.
Konsep
dan Makna Pasang Rikajang
Pasang
Ri Kajang merupakan sebuah pesan yang
diturunkan oleh Turiek Akrakna dan merupakan tuntunan hidup masyarakat Kajang
yang harus diwariskan secara turun-temurun dan wajib untuk dipatuhi. Pasang
Rikajang merupakan sebuah panduan utnuk menjalankan kehidupan di dunia yang
jika tidak dipatuhi atau dilaksanakan maka akan berdampak buruk dalam
menjalankan aktivitas atau kehidupan sehari-harinya. Nilai-nilai yang
terkandung dalam Pasang Rikajang memberi makna dan keunikan tersendiri bagi
penganutnya, hal ini bisa kita lihat dengan kehidupannya yang sangat sederhana
dan masih menjunjung nilai-nilai yang telah diwariskan nenek moyangnya. Contoh
lain, masyarakat Kajang mampu memberi nilai-nilai positif bagi masyarakat luar
karena dapat mempertahankan budayang ditengah-tengah arus moderenisasi dan
dapat menyadarkan oarng luar betapa berartinya kehidupan dan menjaga alam
sekitar serta nilai-nilai atau makna sebuah kepemimpinan. Apapun yang ada dalam
Pasang Rikajang, haruslah dipatuhi dan dijalankan, jika tidak maka mereka
dianggap sebagai orang yang bodoh dan sudah bisa dinilai sebagai orang yang
tidak pantas menjadi seorang kepala adat Ammatoa.
E.
Makna
Kepercayaan Patuntung Bagi Suku Adat Ammatoa
Patuntung
bagi masyarakat Kajang adalah suatu sistem kepercayaan dan menganggap sebagi
sumber kebenaran. Patuntung berarti sujud, artinya bahwa masyarakat kajang
harus patuh terhadap ajaran yang dari Turiek Akrakna melalui Ammatoa yang
pertama. Pada dasarnya, dalam menjalankan kehidupan masyarakat Kajang harus
membersihkan diri terlebih dahulu yaitu membersihkan hatinya, tappa’
(kepercayaan), dan imannya (kesesuaian dengan apa yang diucapkan dan bagaimana
perilaunya). Kepercayaan Patuntung ini juga mengandung makan A-I-U. A berarti
Allah, I berarti Iman, dan U berarti Umat. Disinilah kita akan mendapatkan
pangngissengan (pengetahuan). Masyarakat Kajang mengaku beragama dan tetap
menjalankan puasa pada bulan ramdahn misalnya. Namun belum sepenuhnya
ajaran-ajaran islam mereka laksanakan karena mereka tetap berpegang taguh
terhadap apa yang telah dibawa oleh Ammatoa pertama. Keprcayaan ini juga sangat
melarang keras masuknya modernisasi karena mereka menganggap bahwa tidak
menghormati leluhurnya. Intinya, masyarakat kajang mengakui sebagai masyarakat yang
menganut agama islam tetapi mereka juga masih tetap mewariska budaya leluhurnya
dengan tetap menjalankan aturan-aturan adat atau pesan yang telah disampaikan
oleh Turiek akrakna melalui Ammatoa pertama.
F.
Hutan
sebagai Tana Toa
Dalam konsep dan
makna Tana Toa bagi masyarakat Kajang, mereka mempercayai bahwa lokasi orang
pertama hadir di Tana Toa adalah hutan sehingga mereka mempercayai bahwa hutan
itu merupakan sumber kehidupan yang dapat dianggap sebagai sesuatu yang
dihormati dan dilindungi. Masyarakat Kajang memegang prinsip Tallasa’
Kamase-mase (hidup sederhana) hal ini bisa dilihat dari kehidupannya
sehari-hari. Mereka mengolah hutan dengan sangat hati-hati dan digunakan
seperlunya agar tidak terjadi kerusakan hutan. Misalnya, keseragaman rumah yang
ada di Kajang. Alasannya bukan saja sebagai kesedrehanaan tetapi juga
keseragaman agar tidak ada iri hati dan tidak memberi dampak kerusakan hutan.
Hutan juga dianggap tempat tinggal para leluhurnya sehingga untuk menghormati
leluhurnya maka mereka harus menjaga dan melindungi hutan. Sebagai tanah
tertua, masyarakat Kajang wajib menjaganya sesuai apa yang diwariskan nenek
moyangnya dan menjaga skralitas hutan di Kajang.
thanks 4 ur information..
ReplyDeletei like ur paper
anytime.. :)
ReplyDeleteKaya budaya,
ReplyDeletePengen maen ksana.....